Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Terduga Koruptor Leha-leha di Senayan, Apa Kabar KPK?


wartaindustri.id | JAKARTA  
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan tiga tersangka dalam perkara korupsi fee proyek dan APBD Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lampung Selatan (Lamsel) Tahun Anggaran 2016-2017.

 

Ketiganya adalah mantan Bupati Lamsel, Zainudin Hasan; Asisten I Pemkab Lamsel, Hermansyah Hamidi; dan Kadis PUPR Lamsel, Syahroni.

 

Salah satu nama yang ikut terseret, namun hingga kini masih belum tersentuh KPK adalah Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) dari Daerah Pemilihan (Dapil) Lampung, Ahmad Bastian. Yang bersangkutan secara langsung terkait dengan penerima uang suap tahun 2016, Zainudin Hasan.

 

Berdasarkan data KPK, sang mantan bupati yang tidak lain adalah adik kandung mantan Ketua MPR RI, Zulkifli Hasan, menerima dana suap sebesar Rp9,6 miliar dari Ahmad Bastian, yang saat itu menjabat sebagai pengusaha.

 

Atas kasus suap yang melibatkan Ahmad Bastian tersebut, Zainudin Hasan telah divonis dan saat ini tengah menjalani hukuman pidana selama 12 tahun penjara sejak 2018 lalu.

 

Dari informasi yang diperoleh di lapangan, Ahmad Bastian pun telah menjalani pemeriksaan oleh KPK sebanyak dua kali. Namun hingga kini yang bersangkutan belum ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

 

Atas kondisi yang terkesan tebang-pilih dalam pemberantasan koruptor itu, masyarakat Lampung pun mempertanyakan kredibilitas KPK.

 

Sekretaris Jenderal LSM Team Operasi Penyelamatan Aset Negara (TOPAN RI) dalam keterangan resminya menyebutkan, lebih dari dua tahun kasus ini bergulir. Pengaduan masyarakat sudah tak ada henti-hentinya disampaikan ke KPK, DPR RI, Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, dan lain-lain.

 

“Akan tetapi pengaduan terhadap dugaan korupsi suap Ahmad Bastian seperti dicuekin. Bahkan beberapa kali bagian penerima aduan di KPK menanyakan bukti lain yang memang hampir tidak mungkin dimiliki oleh masyarakat pengadu,” papar Edi Suryadi, Minggu (14/3/2021).

 

Edi mengatakan, Ahmad Bastian telah terang-terangan mengakui menyerahkan fee proyek sebesar Rp9,6 miliar kepada Zaenuddin Hasan melalui Agus Bhakti Nugroho. Ini tertulis pada Putusan Hakim Tipikor Pengadilan Negeri Tanjung Karang No. 43/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Tjk untuk terpidana Zainuddin Hasan.

 

Dalam putusan tersebut, Ahmad Bastian sebagai saksi atas Zainuddin Hasan mengakui bahwa ia telah menyetorkan dana ‘pelicin proyek’ infrastruktur di Dinas PUPR Lamsel sejumlah Rp9,6 miliar untuk tahun anggaran 2016 dan 2017.

 

“Jadi menurut dokumen Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang tersebut di atas, nanti akan ketemu antara Syahroni dan Ahmad Bastian,” terang Edi Suryadi yang juga menjabat sebagai Ketua DPD PPWI Lampung.

 

Menurut Edi, keduanya adalah penyetor fee proyek yang sangat besar dan sama-sama disetorkan kepada Agus Bhakti Nugroho sebagai orang kepercayaan bupati nonaktif Zainuddin Hasan. Syahroni menyetorkan Rp26.073.771.210, sedangkan Ahmad Bastian menyetorkan Rp9.600.000.000.

 

Selanjutnya, Edi mengaku sudah bersurat ke Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (BK DPDRI) atas kasus hukum yang menyeret nama Ahmad Bastian selaku Anggota DPD Dapil Lampung.

 

“Sampai saat ini surat kami belum ada jawaban. Kami minta BK DPD-RI memberi teguran dan memproses yang bersangkutan dalam rangka penegakan moralitas anggota Dewan,” tegas Edi Suryadi.

 

Sementara itu Wakil Ketua BK DPD RI, Asep Hidayat, mengaku pihaknya belum menerima surat pelaporan yang dikirimkan LSM TOPAN-RI.

 

“Biasanya ada surat masuk, nanti ada infonya terkait surat masuk tersebut,” ujar Asep.

 

Di tempat lain, saat dikonfirmasi terkait laporan pengaduan kasus dugaan suap Ahmad Bastian, Plt. Juru Bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan jika pelapor bisa melakukan pengaduan.

 

“Sesuai mekanisme, silakan pelapor bisa bertanya langsung kepada bagian pengaduan masyarakat,” jawab Ali Fikri singkat.

 

Pada kesempatan yang sama, media ini juga meminta tanggapan Wilson Lalengke, seorang tokoh wartawan nasional yang getol menyuarakan penolakannya atas pembiaran terduga koruptor bercokol di lembaga pemerintahan.

 

Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu menyatakan sangat menyayangkan sikap dan pola kerja KPK yang dinilainya mandul dalam penanganan kasus Ahmad Bastian ini.

 

“Sebenarnya saya sudah mulai jenuh ya terkait kasus dugaan korupsi Ahmad Bastian itu. Tapi memang harus tetap disuarakan. Saya heran dengan sikap dan pola pikir para komisioner KPK itu,” kata Wilson Lalengke, di kantornya, Minggu (14/3/2021).

 

Dia menuturkan, berbagai kasus korupsi yang ditangani KPK di beberapa daerah lainnya, oknum bupati yang disuap dan oknum penyuapnya sama-sama ditangkap KPK dan ditahan.

 

“Namun, untuk Ahmad Bastian tidak demikian, dia tetap dibiarkan di luar dan bahkan tiap hari leha-leha berkantor di Gedung Parlemen Senayan,” papar Lalengke.

 

Bahkan, lanjutnya, dia sudah pernah mengatakan, bahwa dengan membiarkan terduga koruptor itu di lembaga parlemen, rakyat Indonesia ini dianggapnya tidak lebih dari kumpulan orang bodoh yang mau saja dibodohi untuk membiayai hidup kriminal.

 

“Bayangkan saja, dengan dia tetap menjabat sebagai anggota Dewan, artinya kita mengeluarkan uang APBN tidak kurang dari Rp1 miliar per tahun untuk membayar gaji dan berbagai tunjangan si anggota yang notabene terduga koruptor itu,” beber Lalengke yang juga lulusan pasca sarjana bidang Global Ethics dari Birmingham University, Inggris ini,

 

Jadi, menurutnya, seharusnya KPK segera menghentikan aliran dana rakyat ke orang-orang seperti itu dengan cara menghentikannya dari kedudukannya sebagai pejabat negara.

 

“KPK yang punya tanggung jawab atas mengalirnya secara sia-sia uang rakyat ke oknum pejabat negara terduga koruptor seperti Ahmad Bastian ini. Tangkap dan penjarakan yang bersangkutan, uang APBN terselamatkan, tidak lagi diberikan kepada oknum itu,” tegas Lalengke menutup percakapan.

( Bhl/Redaksi)

Post a Comment for "Terduga Koruptor Leha-leha di Senayan, Apa Kabar KPK?"