Membuka Sisi Terang KAHMI Banten. (Tanggapan Untuk Artikel Dari Sahabat Ocit Abdurrosyid Siddiq)
Oleh: Moh Bahri, S.Pd.I., SH (Koord. Presidium MW KAHMI Banten terpilih)
SENIOR kita di Banten, Almarhum Bang Eki Syachrudin, pernah membuat kelakar segar. “Kader HMI, jika masih muda tidak bersikap idealis dan sudah berwatak kapitalis, maka dia tak punya hati. Namun jika sudah jadi KAHMI, masih tetap idealis dan tak berubah kapitalis, maka dia tak punya otak!”
Ungkapan ini pas untuk menggambarkan fenomena perubahan sikap kader HMI saat masih di Kampus dan ketika sudah berkiprah di dunia profesi masing-masing.
Maksudnya, ketika digembleng di HMI, memang yang dominan adalah proses intelektualisme, kritisme, dan pergerakan. Namun begitu menjadi alumni (Anggota KAHMI), maka akan memasuki tahap karir, maka pasti ada penyesuaian. Mau tak mau beradaptasi dengan suasana.
Daya gedor kritisme pasti menyurut. Ketekunan membaca dan mengkaji banyak tema, agak terbatas. Juga melakukan pergerakan dan perlawanan, pasti terkendala. Sesungguhnya, ini proses nan lumrah. Bukan sama sekali kemerosotan.
"Poin Penting Kang Ocit"
Tiga paragraf awal ini menjadi pintu masuk, guna menyelami artikel kritis dari Sahabat Ocit Abdurrosyid Siddiq, yang berjudul Ketika Pergerakan Meredupkan Kajian.
Titik tumpu gugatan rekan Ocit adalah: potret buram KAHMI yang tak lagi mencerminkan kemampuan paripurna, sebagai wadah yang menghimpun kekuatan “pergerakan” dan “pemikiran”.
Menurutnya ini terjadi lantaran spektrum kepemimpinan KAHMI yang dipandu oleh personal yang tak kokoh dari sisi intelektualisme, pemikiran, dan medan gagasan. Beliau bahkan membuat paparan rinci, soal latar belakang para punggawa KAHMI (tingkat nasional dan provinsi). Idealnya, menurut Kang Ocit, pemegang kendali KAHMI bahkan seperti era Cak Nur (berlatar pesantren, dan mumpuni dalam kajian keislaman).
Ringkas kata, KAHMI tak lagi menonjol dalam sisi narasi, konsepsi, kajian, dan produktivitas intelektual. Seraya lebih berat ke aspek organisatoris, politis. Tentu pengingatan ini penting. Sebagai tatapan di lingkup sesama keluarga.
Meski begitu, kita layak juga mengajukan sejumlah catatan. Bahwa KAHMI agak redup dari sisi medan gagasan, benar adanya. Namun bukan berarti pelita sepenuhnya padam. Bagaimanapun KAHMI masih punya daya dalam menggerakkan multi fungsi dan peran. Argumentasinya sederhana.
"Penyebaran Kader"
Kini fakta tertuang jelas, spektrum dan keberagaman kader jauh lebih luas dan lebar. Inilah yang disebut oleh Almarhum Budayawan Kuntowijoyo sebagai proliferasi (penyebaran kader ke segala bidang kehidupan). Proliferasi sendiri, berarti pembiakan yang subur, meruyak, dan menjadi benih-benih baru. Ini adalah resultan zaman, orang dididik dengan ragam jenis perangkat keilmuan dan keahlian.
Jadi beda dengan era Cak Nur dulu. Di mana magnet pesona sebagai opinion leader atau pengampu gagasan begitu popular, karena kultur akademik dan kecendekiaan era itu lebih bersifat dialektik konsepsional.
Hari ini, pola setipe itu agak susah terjadi. Lantaran saat ini adalah era teknokratis, keahlian spesifik, jauh lebih mempesona. Juga ada tema-tema baru dalam kehidupan yang lebih menarik.
Ahli IT, akuntan publik, birokrat inovatif, pengusaha, pakar intelejen, atau keahlian macam-macam, bahkan Youtuber dan selebritis medsos, juga mendapat panggung.
Mereka mampu eksis dan viral. Menggeser tipe intelektual klasik era 70-80an. Di titik ini, bukankah kita saksikan di mana-mana, bahwa Alumni HMI menjadi pakar di berbagai bidang?
*Intelektualitas Baru*
Melulu bertumpu pada kemegahan kaum cerdik cendekia di HMI era lampau, juga keliru. Fajar intelektualitas dan kecerdasan era kini, bertemu dengan tantangan baru.
Kepakaran yang dibutuhkan bukan lagi bersifat filosofis reflektif. Melainkan teknis dan fokus. Semisal kemampuan manajerial, membangun linkage, menciptakan jejaring, dan optimalisasi sumber daya.
Tantangan KAHMI hari ini tepat di sini.
Yakni bukan medan wacana yang terlampau mendakik dakik dan abstrak. Melainkan, mau tak mau, gagasan kunstruktif aplikatif, pragmatis serta fungsional. KAHMI Banten misalnya, bisa jadi kurang bersinar dari aspek intelektualitas dan akademik. Tapi bukan berarti miskin fungsi.
Kita lebih butuh konsolidasi internal.
Menghimpun aneka potensi dan kekuatan yang terserak. Mewadahi titik temu yang produktif (karena anggota ada di mana-mana, baik di kampus, birokrasi, partai politik, parlemen, pengusaha, professional, dan bahkan pegiat seni).
Dengan demikian KAHMI Banten, misalnya, bisa produktif di ranah ini dengan teguh menjaga eksistensi HMI. Bukan semata penonjolan personal, melainkan mengokohkan kolaborasi.. Insya Allah***
Post a Comment for "Membuka Sisi Terang KAHMI Banten. (Tanggapan Untuk Artikel Dari Sahabat Ocit Abdurrosyid Siddiq)"